Dr. Ir. Riwantoro, MM |
Masih ingat dengan The Club of Rome ? Suatu club yang didirikan pada tahun 1968 oleh para cendekiawan dunia yang berkumpul di Roma yang peduli pada isu-isu umat manusia dan lingkungan. Pada waktu itu dibahas topik tentang kemiskinan dan kelaparan yang melanda planet ini.
Kemudian pada tahun 1972, Prof D. Meadow, salah satu anggotanya menulis dalam bukunya The Limits to Growth tentang keadaan dunia, penduduk dan sumberdaya alam. Beliau menyimpulkan bahwa akan terdapat 5 faktor yang menentukan dan membatasi pertumbuhan di bumi yaitu kependudukan, produksi pertanian, sumberdaya alam, produksi industri dan pencemaran lingkungan hidup.
Di dalam bukunya disebutkan banyaknya faktor yang saling berinteraksi satu sama lainnya dan diproyeksikan hal itu bakal terjadi. Bila kecenderungan ini muncul dan terus berlanjut maka akan terjadi malapetaka dunia.
Persaingan 3F
Apa yang diramalkan oleh The
Club of Rome ini sudah mulai terjadi. Persaingan antara Food, Feed, Fuel
telah terjadi. Pada saat ini terjadi perebutan komoditas kedele dan jagung
sebagai pangan dan pakan yang sama kuatnya, sementara sumberdaya alam
membatasinya dengan perubahan iklim dan degradasi lahan akibat industri yang
menghasilkan pupuk dan pestisida anorganik. Akibatnya kedua mahluk Allah ini
akan sama sama mengalami penderitaan akibat langka dan mahalnya harga pangan
dan pakan.
Kelapa sawit yang biasanya digunakan untuk minyak nabati untuk menggoreng bahan pangan kita, sekarang digunakan pula sebagai sumber Energi Baru Terbarukan. Persaingan antara pangan dan energi ini menimbulkan naiknya harga minyak goreng akibat naiknya harga CPO di bursa perdagangan dunia.
Pertambahan penduduk dunia
menuntut ketersediaan pangan dan energi yang cukup. Tetapi pertambahan ini
diikuti pula dengan pertambahan populasi ternak dan peningkatan produksi
pertanian. Sementara itu pertumbuhan penduduk dapat di rem untuk bertumbuh dan
pertumbuhan populasi ternak dan produksi pertanian dapat tejadi "levelling
off". Levelling off ini terutama dapat terjadi apabila
kerusakan lahan dan sumberdaya alam lainnya akibat terlalu dieksploatasi dari
berbagai tehnologi yang dikuasai oleh manusia.
Tetapi manusia juga terus
berinovasi untuk menghasilkan tehnologi dan biotehnologi untuk kembali
menaklukkan alam dan seisinya. Akibatnya terjadi lingkaran setan hubungan
antara food-feed-fuel yang tidak berkesudahan seperti yang telah
diramalkan oleh The Club of Rome.
Indonesia dan Masalah Saat ini
Krisis langka dan naiknya harga kedelai telah berimbas pada pengrajin tahu dan tempe yang menjadi makanan favorit bangsa ini. Inti masalahnya yaitu terjadinya kekeringan di sentra produksi kedelai dunia di wilayah Amerika Selatan yaitu di daerah Argentina dan Brazil. Selain itu permintaan China akan kedelai juga meningkat pesat karena China mengembangkan re stocking ternak babinya yang baru-baru ini terserang wabah African Swine Fever (ASF). Re-stocking babi China ini jumlahnya milyaran ekor yang membutuhkan pakan utama kedelai.
Indonesia yang 80% kebutuhannya dipenuhi dari impor jadi terimbas dan sangat dirasakan oleh para pengrajin tahu tempe karena harga per kg naik dari Rp. 8.000 an menjadi Rp. 12.000 an. Kenaikan harga ini menyebabkan harga tempe per kg naik dan tahu perpotong naik juga. Mereka berniat mogok jualan tempe dan tahu pada minggu ini.
Jagung kurang lebih sama kondisinya. Dilatar belakangi oleh pertumbuhan populasi dan produksi ayam ras sejak tahun 1999 sampai tahun 2019, produksinya mengalami lonjakan sangat luar biasa sebesar 1.559% dibandingkan produksinya pada tahun 1999. Kontribusi terhadap produksi daging total meningkat dari 22% ke 74,43% dalam kurun waktu yang sama.
Dalam produksi pakan unggas baik pedaging maupun petelur, komponen jagung memegang peranan yang vital dan strategis. Dalam formulasi pakan unggas di Indonesia jagung diperkirakan 40-50% sehingga kebutuhannya saat ini diperkirakan lebih dari 6 juta ton dari produksi jagung nasional sebesar lebih dari 22 juta ton. Tetapi masalahnya terletak dikontinuitas pasokan yang tidak merata sepanjang tahun akibat waktu tanam dan panen yang berbeda. Jagung selain merupakan salah satu pangan utama juga menjadi bahan baku utama pakan sebagai sumber energi.
Kelapa sawit, walaupun luas
tanamnya mencapai 14 juta hektar dan memproduksi crude palm oil (CPO)
terbesar di dunia, penggunaannya tidak sepenuhnya untuk minyak sawit atau
minyak goreng. Sawit juga digunakan sebagai sumber energi Baru dan Terbarukan.
Dalam rangka mencukupi kebutuhan minyak goreng domestik, pemerintah mengerem
laju ekspor CPO dengan menerapkan kewajiban pemenuhan domestik atau Domestic
market obligation (DMO) sebesar 20%. Keputusan ini diambil dalam rangka
stabilisasi harga minyak goreng yang meningkat sampai Rp 18.000 – Rp 20.000.
Harga ini dianggap jauh dari HET yang telah ditetapkan sebesar Rp.14.000 per
liter dalam kemasan premium.
Penggunaan sawit sebagai bioetanol tidak terelakkan karena selama ini energi berbasis fosil yang ekstraktif dan terancam habis. Pemerintah telah mencanangkan program energi bersih dan hijau yang ramah lingkungan yang salah satunya berasal dari sawit.
Solusi dan Rekomendasi
Indonesia, selalu dirundung
permasalahan dalam hampir setiap komoditi yang menjadi kebutuhan masyarakat.
Biasanya masalah terkait dengan impor produk komoditas tersebut.
Dari
beras yang kekurangan stok, jagung yang di klaim cukup tetapi impor dilakukan
untuk pakan, kedele, bawang putih, gandum, gula, bahkan garam, jenis ikan
tertentu, daging sapi, bibit ayam ras dan sebagian produk hortikultura seperti
jeruk, dan apel. Padahal di negeri yang agraris dan pantainya terpanjang serta
limpahan sinar matahari di garis khatulistiwa ini sangat beragam sumber makanan
baik karbohidrat, protein, dan lemak maupun mineral.
Paling tidak telah diidentifikasi 77 jenis pangan sumber karbohidrat, 75 jenis sumber protein, 228 jenis sayuran, 309 tanaman buah buahan, 22 jenis kacang kacangan, 110 jenis rempah dan bumbu, dan 40 jenis bahan minuman. Berbagai komoditi ini sudah merupakan modal penting untuk terjadinya ketahanan pangan berbasiskan pangan lokal tidak impor.
Kepada Badan Pangan Nasional
kita letakkan pesan ini untuk mencapai kedaulatan pangan. Hak kita sendiri
untuk merencanakan pangan, bukan didikte oleh bangsa lain.
Dikaitkan dengan ramalan The Club of Rome dengan skenario pesimis, maka untuk Indonesia langkah-langkah komprehensif yang perlu dilakukan segera adalah menindak lanjuti Kesepakatan Global tentang perubahan iklim sesuai rapat tingkat tinggi negara-negara G 20 di Glasgow Scotlandia belum lama berselang. Kalau disepakati berarti Indonesia secara konsisten harus mengurangi deforestrasinya agar terjadi pengurangan emisi gas rumah kaca.
Di tingkat global juga perlu diakhiri perang dagang antar negara sehingga perdagangan bebas komoditi antar negara berlangsung dengan lancar. Kesepakan global untuk mengatasi pandemi juga diperlukan, tidak sendiri sendiri.
Secara mikro terus memperbaiki rantai pasok perdagangan dalam negeri agar lebih efisien. Komoditas kedelai, produksi dalam negeri secara bertahap harus ditingkatkan. Komoditas jagung perlunya pendataan jagung dalam negeri dengan mengkaitkan kebutuhan untuk unggas dan untuk sawit kita dapat menjadi price leader di pasar dunia.
Ayo, selamatkan pangan lokal
dan kita bangun sistim pangan berbasis keragaman lokalita.
Info PaGi, Pangan dan Gizi
Jakarta, 21 Pebruari 2022
Penulis pernah menjawab sebagai Sekretaris Ditjen PKH, Sekretaris Badan Ketahanan Pangan Kementan, sekarang Penasehat Yayasan Pengembangan Peternakan Indonesia (YAPPI)